Pengertian Demokrasi
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam berbagai bidang yang terdapat dalam masyarakat. Demokrasi bisa saja muncul di berbagi lapisan masyarakat suatu Negara. Adapun contoh dari demokrasi yang terdapat di Indonesia dalam ruang lingkup yang paling sederhana, sebagai berikut :
Demokrasi di Keluarga
Adapun manusia dalam perkembangannya yakni, seperti dalam interaksi dengan lingkungan keluarga, manusia dituntut menyusun suatu konsep strategis, karena manusia merupakan sumber daya paling esensial bagi bangsa. “Pola asuh orang tua sangat menentukan potensi anak,”
Pola asuh yang umumnya digunakan orang tua adalah otoriter, demokratis dan laisses fair (tidak peduli anak mau jadi apa). Anak yang diasuh orang tua secara otoriter, akan menjadi anak yang egois. Anak yang dibesarkan dalam suasana demokratis, menjadikan anak bisa menghargai orang lain dan memiliki sikap tenggang rasa. Sedang anak yang dibiarkan begitu saja atau laisses fair, membuat anak bersifat fatalistik, mudah menyerah dan tidak memiliki tujuan hidup.
Seiring dengan pergeseran budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat, orang tua harus memiliki keterampilan pola asuh yang efektif, sehingga anak tidak terjebak pada budaya kehidupan yang tidak baik. Oleh karena itu, pendidikan demokrasi sangat perlu diterapkan di dalam keluarga agar anak dapat mendiskusikan segala hal pada orangtua.
“Menciptakan disiplin diri pada anak, tidak akan terbangun dalam suasana serba otoriter. Caranya, orangtua harus memperlakukan anak sebagaimana orang tua ingin diperlakukan. Apabila orang tua hendak menerapkan pendidikan demokratis, maka orang tua perlu mengadakan refleksi apa yang dilakukan dan diperbuat pada anak-anak kita, seperti bagaimana kita ingin diperlakukan. Hal tersebut, diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya tidak melalui kata-kata, melainkan melalui keteladanan.
Pola demokrasi pada anak
Pemahaman pola asuh orang tua terhadap anak, kembali mencuat setelah sekian banyak orang tua merasa kebingungan dan terheran-heran menghadapi perilaku anaknya. Padahal, secara tidak sadar, mungkin orangtualah yang memberikan kontribusi terhadap pembentukan prilaku tersebut kepada anak. Ini terjadi karena biasanya orang tua tidak menyadari atau memahami makna pola asuh yang benar dan tepat bagi anaknya. Padahal, prilaku anak hari ini adalah cermin dari pola asuh yang diterapkan orangtuanya.
“Langkah awal menerapkan pendidikan demokrasi pada anak adalah dengarkan apa yang ingin mereka kemukakan. Kalau anak mulai cerita, usahakan jangan memulai judgement (keputusan). Biar mereka merasa aman bercerita. Bagi anak yang tidak mudah terbuka, beri mereka waktu, sering tidur di samping anak. Tapi, semua itu tergantung dari kualitas hubungan yang terbina.
“Jadi, meskipun pola yang diterapkan keluarga itu bisa menciptakan iklim keterbukaan, tetap harus ada keseimbangan antara pola asuh tradisional dengan modern. Jangan membimbing anak terlalu keras. Kompetitif jadi target, tapi hargai kekalahan. Karena toleransi kegagalan itu penting sekali.
Cara melatih anak yang tetap kurang ajar pada yang lebih tua tidak terlalu mudah. Sebab hal itu bisa terjadi karena terkadang orang tua lupa menerangkan bahasa sopan pada anak. Anak boleh berpendapat, tapi tidak boleh lepas dari 4 P: Proud (ada kebanggaan), Pried (punya harga diri), Prestasi (dibidang agama, emosi, akal, sosial dan jasmani) dan Prestise (pengembangan diri sendiri). Dari pembentukan 4 P ini akan lahir energi (kekuatan), bobot, kesadaran sebagai hamba atau khalifah Tuhan dan tidak banyak mengeluh.
Anak yang baik, bisa dilihat dari ciri belajarnya. Yaitu, mudah menghapal pelajaran, mudah mengingat, memiliki perbendaharaan kata yang luas dan banyak, daya konsentrasi baik, berpengetahuan umum luas, senang membaca, mampu mengamati dengan jelas, dapat mengidentifikasi masalah dan mampu merumuskan hipotesa. Sedang orangtua yang efektif adalah memiliki pola asuh tepat ke arah tujuan yang jelas, menghasilkan watak anak siap untuk masa depan, tugas orang tua adalah memberikan sebuah arahan yang tepat bagi anaknya tanpa adanya paksaan yang memberatkan bagi anak tersebut. Sehingga sang anak bisa lebih bebas untuk memilih apa yang dia pilih menjadi pilihan yang menurutnya baik, dan tugas sebagai orang tua yakni mengawasi dan mendukung segala kegiatan anaknya yang bersifat positif serta tidak lupa menegur secara halus jika anaknya keliru dalam mengambil keputusan. “Meskipun demikian, tolak ukur menilai perilaku anak adalah agama.” Orangtua harus bisa mengakses sumber-sumber spiritual untuk mengembangkan dirinya. Karena, karakteristik orang yang cerdas secara spiritual adalah dapat merasakan kehadiran dan peranan Tuhan dalam hidupnya.
Sabtu, 06 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar